Hati
Atau Materi?
(Setiap
Kesulitan Pasti Ada Kemudahan)
Sore
itu, iringan rintikan hujan menemani kesunyian sebuah ruangan yang redup karena
awan hitam yang enggan berpindah, seakan ingin menjadi saksi sebuah peristiwa
besar. Di sisi lain kecerian menghinggapi wajah mahasiswa yang beberap bulan lagi diwisuda dan meraih gelar
Ahli Muda dari sebuah Kampus Pendidikan.
Sekitar
pukul setengah empat dosen yang ditunggu datang juga dengan wajah semangat
penuh senyum. Dengan salam diikuti dengan sebuah materi ringan dan tanya jawab
menemani sore itu. Saat itu juga data kehadiran mahasiswa ikut berputar dengan
goresan pena sebagai tanda bukti hadir mahasiswa dan berhenti di tangan si dosen
yang penuh keceriaan.
Setelah
pembelajaran berjalan sekitar empat puluh menit si dosen menutup dengan ucapan
permintaan maaf atas kesalahan selama proses pembelajaran bersama dan si dosen
juga tidak lupa untuk mengecek data hadir.
Dipanggil
satu persatu mahasiswa untuk memastikan kehadiran. Keceriaan juga menghinggapi wajah mereka. Tetapi,
suasana ceria berubah menjadi suasana yang menegangkan ketika dipanggil salah
satu teman kita (sebut saja Ani) tidak ada sahutan ketika dipanggil namanya
padahal di data hadir ada tanda tangan.
Kecerian di wajah si
dosen menjadi seram
karena kejadian ini. Dengan suara yang keras beliau berkata,“Selama saya mengajar belum pernah mengalami
seperti ini. Kebongan tidak pernah saya maafkan. Ayo mengaku siapa yang
mendengkul tanda tangan Ani?“. Dengan wajah takut dengan sedikit tetasan
air mata Ina (tidak nama sebenaranya) mengacungkan jari dan mengakui bahwa yang
menandatangai Ani adala dia.
Suasana
semakin mencekam setelah pengakuan tersebut. Si dosen tidak memberikan penghargaan
atas kejujurannya malah mengancam kalau nilai Ani dan Ina tidak akan pernah
keluar. Dengan nada amarah dan ancaman bahwa nilai mereka berdua tidak akan
keluar dan beliau tidak akan pernah mau memberikan nilai karena menurut beliau
kebohongan adalan sebuah kesalahan yang tidak dapat dimaafkan.
Selesai
sudah pembelajaran sore itu. Rintihan hujan menjadi saksi peristiwa yang tak
terlupakan ini. Semua mahasiswa menenangkan Ina dan Inapun menghubungi Ani untuk
menjelaskan kejadian ini.
Saya
sebagai komting mengejar dosen untuk menjelaskan bahwa kejadiaan ini juga tidak
lepas dari kesalahan saya yang tidak mengontrol data hadir. Tetapi, dosen tetep
kukuh dengan pendiriannnya bahwa kesalahan ini adalah kesalahan Ina dan Ani.
Jika saya tetap ikut campur maka saya juga kena imbasnya.
Setelah
itu dengan wajah agak lesu, saya menemui Ina dan menenangkan serta meyakinkan
bahwa akan berusaha membantu semaksimal mungkin. Dengan membuat sebuah rencana
bahwa untuk sementara beberapa hari kita tidak menghubungi dosen tersebut.
Setelah beberapa hari baru kita hubungi biar suasana hati dosennya lebih
tenang.
Setelah
beberapa hari kejadian Ani dan Ina berkomunikasi dengan saya bersama teman
lainnya untuk menindaklanjuti kejadiaan tersebut. Tindakan pertama yang
dilakukan Ani dan Ina adalah menghubungi si dosen melalui telepon atau sms
tetapi tidak pernah ada tanggapan. Selanjutnya saya yang menghubungi, teryata
diangkat oleh si dosen dan beliau mengingatkan jangan pernah membantu mereka
berdua kalau membantu maka saya akan kena imbasnya. Dan saat itu dosen tersebut
tidak pernah menanggapi telpon atau sms dari saya.
Karena
tidak ada respon lewat komunikasi seluler maka kita membuat melaksanakan rencana
kedua yaitu Ani dan Ina mengunjungi rumah dosen. Teryata hasilnya nihil juga.
Padahal dari cerita Ani dan Ina saat mereka datang ke rumah si dosen, mereka melihat
si dosen ada di rumah tetapi saat dibukakan pintu oleh anaknya dijelaskan bahwa
si dosen tidak ada di rumah.
Beberapa
kali mendatangi rumah si dosen hasilnya selalu nihil. Maka kita melaksanakan
rencana ketiga. Kita mendatangi tenaga TU di kampus untuk bertanya jadwal si
dosen karena beliau hanya sesekali hadir ke kampus. Alhamdulillah kita dapatkan
jadwal masuk kampus si dosen. Maka kita menunggu di tempat parkir kampus sesuai
jadwal beliau dan teryata beberapa hari tidak menjumpai beliau.
Tetapi
kita tidak patah arang dan untuk kesekian kalinya alhamdulillah dengan mobil
warna putih yang ditunggangi si dosen datang juga. Maka saat beliau turun dari
mobilnya kita langsung menemuinya tetapi diam seribu bahasa yang kita terima.
Karena
hampir satu bulan kita berusaha belum ada hasil Ani dan Ina semakin sedih dan
kalau ketemu saya hampir selalu meneteskan air mata sambil berkatan,”Bagaimana Ko nasib kami?”. Dan saya hanya dapat menenangkaan mereka
dengan berkata,”Bersabar dan selalu
berdoa ya, insyaAllah saya akan berusaha untuk membantu mu dan moga Allah
memberikan kemudahan karena setiap kesulitan pasti ada kemudahan.”
Beberapa
usaha sudah kita lakukan tetapi hasilnya masih nihil. Hampir frustasi hati ini
tetapi kita tetap berusaha dari konsultasi dengan dekan atau beberapa dosen
tetapi memang sebuah nilai adalah wewenang dosen.
Si
Ani yang merupakan anak dari salah satu kepala dinas kecamatan Kendal mau
membawakan masalah ini ke ranah hukum karena bapaknya punya kolega yang mungkin
bisa membaantu. Tetapi, saya meyakinkan jangan dahulu nanti masalahnya malah
semakin besar dan saya suruh untuk menunggu beberapa hari.
Sebulan
berjalan tangisan teman saya masih juga menghiasi. Saat itu juga saya berusaha
menghubungi si dosen lewat telpon tetapi juga belum ada respon. Akhirnya saya
hubungi lewat sms yang isinya tentang bagaimana jika si dosen atau anak si
dosen dalam posisi Ani dan Ina. Bahwa mereka sudah berusaha mengakui kesalahan,
sudah berusaha untuk menemui dengan cara telepon, sms, datang ke rumah atau
menunggu di tempat parkir tetapi sampai saat ini belum ada hasil dan ada
tanggapan dari si dosen. Dan sms itu saya, Ani, Ina, dan Heri (salah satu
mahasiswa kesayangan si dosen) sms-kan berulang-ulang ke si dosen.
Pepatah
sekeras-kerasnya batu jika ditetesi air tanpa henti pasti akan hancur juga.
Begitu juga dengan hati si dosen akhirnya Heri di hubungi bahwa hari Kamis
(kalau tidak salah dan tanggalnya lupa) Ani, Ina, saya, dan Heri disuruh
menemui si dosen di SD yang beliau kepalai sekitar pukul Sembilan.
Dan
kitapun ke sana sesuai hari yang ditentukan. Kita disambut dengan wajah yang
datar tetapi hati kita sudah agak tenang dengan dipanggilnya kita.
Di
ruang kepala sekolah Heri dipanggil terlebih dahulu dan kita disuruh menunggu. Beberapa
menit saya dipanggil untuk menghadap dan Heri masih berada di ruangan tersebut.
Beliau bertanya tentang kronologi, tentang sikaap Ani dan Ina, tentang apakah
mereka sebelumnya pernah melakukan kejadian yang sama. Dan saya jelaskan sesuai sepengetahuan saya
dengan rinci.
Di
akhir peembicaraan si dosen berkata,”Ko,
kalau kamu masih berusaha membantu mereka maka nilaimu juga tidak akan keluar.
Karena yang salah mereka bukan kamu?” Aku menjawab,”Bu, secara tidak langsung saya juga berperan karena membiarkan teman
saya melakukan ini. Jujur, Bu? Saya kuliah tidak pernah berpikir mencari nilai
yang penting saya berusaha memberikan yang terbaik, jika ibu merasa pantas
tidak mengeluarkaan nilai untuk saya silakan, mungkin yang paling sedih adalah
oraang tua saya karena saya tidak dapat lulus tahun ini tetapi saya yakin orang
tua saya akan mengerti.” Sebenaarnya saat berkata begitu diri saya gemetar dan takut kalau nilai saya tidak
keluar tetapi saya kembalikan ke niat awal dan saya yakin Allah senantiasa
bersama oraang yang mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan orang
lain. Beliaunya pun menyahut,”Benar, KO?
Ya sudah kita lihat saja nanti hasilnya. Silakan sekarang boleh ke
luar. Dan panggilkan Ani dan Ina.”
Ani dan Ina masuk ke
ruangan. Mereka diberi peringatan dan pengertian si dosen dan yang mungkin
membuat lega adalah si dosen sudah memaafkan mereka. Dan kitapun pulang menuju
ke tempat masing-masing.
Akhirnya waktu yang kita
tunggu datang juga yaitu pengumuman hasil nilai semester dan waktu yudisium
untuk persiapan wisuda. Alhamdulillah ancaman si dosen tidak terbukti dengan
sebuah nila A untuk saya dan nilai C untuk Ani dan Ina. Setelah itu kita
menghubungi si dosen untuk mengucapkan permohonan maaf dan terima kasih atas
kemurahan hatinya.
Akhirnya kita dapat wisuda
bersama. Ternyata hati lebih berperan dari pada sebuah materi dan setiap
kesulitan pasti ada kemudahan. Tetap Cs3 yach....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar