Rabu, 18 Desember 2013

Hati Atua Materi?


Hati Atau Materi?
(Setiap Kesulitan Pasti Ada Kemudahan)

Sore itu, iringan rintikan hujan menemani kesunyian sebuah ruangan yang redup karena awan hitam yang enggan berpindah, seakan ingin menjadi saksi sebuah peristiwa besar. Di sisi lain kecerian menghinggapi wajah mahasiswa  yang beberap bulan lagi diwisuda dan meraih gelar Ahli Muda dari sebuah Kampus Pendidikan.
Sekitar pukul setengah empat dosen yang ditunggu datang juga dengan wajah semangat penuh senyum. Dengan salam diikuti dengan sebuah materi ringan dan tanya jawab menemani sore itu. Saat itu juga data kehadiran mahasiswa ikut berputar dengan goresan pena sebagai tanda bukti hadir mahasiswa dan berhenti di tangan si dosen yang penuh keceriaan.
Setelah pembelajaran berjalan sekitar empat puluh menit si dosen menutup dengan ucapan permintaan maaf atas kesalahan selama proses pembelajaran bersama dan si dosen juga tidak lupa untuk mengecek data hadir.

Dipanggil satu persatu mahasiswa untuk memastikan kehadiran. Keceriaan juga menghinggapi wajah mereka. Tetapi, suasana ceria berubah menjadi suasana yang menegangkan ketika dipanggil salah satu teman kita (sebut saja Ani) tidak ada sahutan ketika dipanggil namanya padahal di data hadir ada tanda tangan.
Kecerian di wajah si dosen menjadi seram karena kejadian ini. Dengan suara yang keras beliau berkata,“Selama saya mengajar belum pernah mengalami seperti ini. Kebongan tidak pernah saya maafkan. Ayo mengaku siapa yang mendengkul tanda tangan Ani?“. Dengan wajah takut dengan sedikit tetasan air mata Ina (tidak nama sebenaranya) mengacungkan jari dan mengakui bahwa yang menandatangai Ani adala dia.
Suasana semakin mencekam setelah pengakuan tersebut. Si dosen tidak memberikan penghargaan atas kejujurannya malah mengancam kalau nilai Ani dan Ina tidak akan pernah keluar. Dengan nada amarah dan ancaman bahwa nilai mereka berdua tidak akan keluar dan beliau tidak akan pernah mau memberikan nilai karena menurut beliau kebohongan adalan sebuah kesalahan yang tidak dapat dimaafkan.
Selesai sudah pembelajaran sore itu. Rintihan hujan menjadi saksi peristiwa yang tak terlupakan ini. Semua mahasiswa menenangkan Ina dan Inapun menghubungi Ani untuk menjelaskan kejadian ini.
Saya sebagai komting mengejar dosen untuk menjelaskan bahwa kejadiaan ini juga tidak lepas dari kesalahan saya yang tidak mengontrol data hadir. Tetapi, dosen tetep kukuh dengan pendiriannnya bahwa kesalahan ini adalah kesalahan Ina dan Ani. Jika saya tetap ikut campur maka saya juga kena imbasnya.
Setelah itu dengan wajah agak lesu, saya menemui Ina dan menenangkan serta meyakinkan bahwa akan berusaha membantu semaksimal mungkin. Dengan membuat sebuah rencana bahwa untuk sementara beberapa hari kita tidak menghubungi dosen tersebut. Setelah beberapa hari baru kita hubungi biar suasana hati dosennya lebih tenang.
Setelah beberapa hari kejadian Ani dan Ina berkomunikasi dengan saya bersama teman lainnya untuk menindaklanjuti kejadiaan tersebut. Tindakan pertama yang dilakukan Ani dan Ina adalah menghubungi si dosen melalui telepon atau sms tetapi tidak pernah ada tanggapan. Selanjutnya saya yang menghubungi, teryata diangkat oleh si dosen dan beliau mengingatkan jangan pernah membantu mereka berdua kalau membantu maka saya akan kena imbasnya. Dan saat itu dosen tersebut tidak pernah menanggapi telpon atau sms dari saya.
Karena tidak ada respon lewat komunikasi seluler maka kita membuat melaksanakan rencana kedua yaitu Ani dan Ina mengunjungi rumah dosen. Teryata hasilnya nihil juga. Padahal dari cerita Ani dan Ina saat mereka datang ke rumah si dosen, mereka melihat si dosen ada di rumah tetapi saat dibukakan pintu oleh anaknya dijelaskan bahwa si dosen tidak ada di rumah.
Beberapa kali mendatangi rumah si dosen hasilnya selalu nihil. Maka kita melaksanakan rencana ketiga. Kita mendatangi tenaga TU di kampus untuk bertanya jadwal si dosen karena beliau hanya sesekali hadir ke kampus. Alhamdulillah kita dapatkan jadwal masuk kampus si dosen. Maka kita menunggu di tempat parkir kampus sesuai jadwal beliau dan teryata beberapa hari tidak menjumpai beliau.
Tetapi kita tidak patah arang dan untuk kesekian kalinya alhamdulillah dengan mobil warna putih yang ditunggangi si dosen datang juga. Maka saat beliau turun dari mobilnya kita langsung menemuinya tetapi diam seribu bahasa yang kita terima.
Karena hampir satu bulan kita berusaha belum ada hasil Ani dan Ina semakin sedih dan kalau ketemu saya hampir selalu meneteskan air mata sambil berkatan,”Bagaimana Ko nasib kami?”.  Dan saya hanya dapat menenangkaan mereka dengan berkata,”Bersabar dan selalu berdoa ya, insyaAllah saya akan berusaha untuk membantu mu dan moga Allah memberikan kemudahan karena setiap kesulitan pasti ada kemudahan.”
Beberapa usaha sudah kita lakukan tetapi hasilnya masih nihil. Hampir frustasi hati ini tetapi kita tetap berusaha dari konsultasi dengan dekan atau beberapa dosen tetapi memang sebuah nilai adalah wewenang dosen.
Si Ani yang merupakan anak dari salah satu kepala dinas kecamatan Kendal mau membawakan masalah ini ke ranah hukum karena bapaknya punya kolega yang mungkin bisa membaantu. Tetapi, saya meyakinkan jangan dahulu nanti masalahnya malah semakin besar dan saya suruh untuk menunggu beberapa hari.
Sebulan berjalan tangisan teman saya masih juga menghiasi. Saat itu juga saya berusaha menghubungi si dosen lewat telpon tetapi juga belum ada respon. Akhirnya saya hubungi lewat sms yang isinya tentang bagaimana jika si dosen atau anak si dosen dalam posisi Ani dan Ina. Bahwa mereka sudah berusaha mengakui kesalahan, sudah berusaha untuk menemui dengan cara telepon, sms, datang ke rumah atau menunggu di tempat parkir tetapi sampai saat ini belum ada hasil dan ada tanggapan dari si dosen. Dan sms itu saya, Ani, Ina, dan Heri (salah satu mahasiswa kesayangan si dosen) sms-kan berulang-ulang ke si dosen.
Pepatah sekeras-kerasnya batu jika ditetesi air tanpa henti pasti akan hancur juga. Begitu juga dengan hati si dosen akhirnya Heri di hubungi bahwa hari Kamis (kalau tidak salah dan tanggalnya lupa) Ani, Ina, saya, dan Heri disuruh menemui si dosen di SD yang beliau kepalai sekitar pukul Sembilan.
Dan kitapun ke sana sesuai hari yang ditentukan. Kita disambut dengan wajah yang datar tetapi hati kita sudah agak tenang dengan dipanggilnya kita.
Di ruang kepala sekolah Heri dipanggil terlebih dahulu dan kita disuruh menunggu. Beberapa menit saya dipanggil untuk menghadap dan Heri masih berada di ruangan tersebut. Beliau bertanya tentang kronologi, tentang sikaap Ani dan Ina, tentang apakah mereka sebelumnya pernah melakukan kejadian yang sama.  Dan saya jelaskan sesuai sepengetahuan saya dengan rinci.
Di akhir peembicaraan si dosen berkata,”Ko, kalau kamu masih berusaha membantu mereka maka nilaimu juga tidak akan keluar. Karena yang salah mereka bukan kamu?” Aku menjawab,”Bu, secara tidak langsung saya juga berperan karena membiarkan teman saya melakukan ini. Jujur, Bu? Saya kuliah tidak pernah berpikir mencari nilai yang penting saya berusaha memberikan yang terbaik, jika ibu merasa pantas tidak mengeluarkaan nilai untuk saya silakan, mungkin yang paling sedih adalah oraang tua saya karena saya tidak dapat lulus tahun ini tetapi saya yakin orang tua saya akan mengerti.” Sebenaarnya saat berkata begitu diri saya  gemetar dan takut kalau nilai saya tidak keluar tetapi saya kembalikan ke niat awal dan saya yakin Allah senantiasa bersama oraang yang mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan orang lain. Beliaunya pun menyahut,”Benar, KO? Ya sudah kita lihat saja nanti hasilnya. Silakan sekarang boleh ke luar. Dan panggilkan Ani dan Ina.”
Ani dan Ina masuk ke ruangan. Mereka diberi peringatan dan pengertian si dosen dan yang mungkin membuat lega adalah si dosen sudah memaafkan mereka. Dan kitapun pulang menuju ke tempat masing-masing.
Akhirnya waktu yang kita tunggu datang juga yaitu pengumuman hasil nilai semester dan waktu yudisium untuk persiapan wisuda. Alhamdulillah ancaman si dosen tidak terbukti dengan sebuah nila A untuk saya dan nilai C untuk Ani dan Ina. Setelah itu kita menghubungi si dosen untuk mengucapkan permohonan maaf dan terima kasih atas kemurahan hatinya.
Akhirnya kita dapat wisuda bersama. Ternyata hati lebih berperan dari pada sebuah materi dan setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Tetap Cs3 yach....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar